Hari ini begitu cerah ku akui itu. Matahari bersinar ceerah menampakkan keindahannya yang telah lama bersembunyi dibalik gelapnya awan mendung. Awan-awan pun terlihat cantik nan elok. Jarang sekali ku melihat hari yang cerah ini, maklumlah sudah beberapa hari ini cuaca selalu mendung dan awan-awan gelap selalu menutupi sinar sang mentari. Tapi, entah mengapa aku merasa hari ini seperti hari kemarin. Yah... hari yang begitu gelap, suram, tanpa cahaya dan itu karenanya. Karena dia yang selama ini menerangi hatiku yang entah ada dimana sekarang. Memang, dia adalah seseorang yang tidak begitu kukenal. Bahkan bisa dikatakan tidak saling kenal, karena kami masih belum secara langsung memperkenalkan diri kami secara frontal. Seperti berjabat tangan mungkin? Atau berkata “Hayy.. aku Dian, siapa namamu?” tidak, kami tidak pernah seperti itu. Tapi mungkin, dia cukup mengenalku. Kenapa? Karena aku merupakan salah satu anak yang cukup berpengaruh di desa Bremen ini. Sedangkan aku? Hanya mengenal dia hanya sebatas namanya saja. Hanya nama. Itu pun aku tau dari temanku yang ada di rumahku saat kejadian itu. Kejadian saat aku baru pertama bertemu dengannya. Hmm... ok mungkin kalian tidak tau ceritanya bagaimana? Siapakah orang itu? Ceritanya bagaimana? Bagaimana kejadian itu dan kenapa dapat terjadi seperti itu? Okee.akan ku ceritakan semuanya, semua yang dapat kuceritakan.
Pada awalnya, bukan dia yang pertama ku kenal, tapi temannya yang bisa dibulang musuhku. Kenapa? Karena kejadian waktu itu. Kejadian yang ...
*Bertemunya aku dengan temannya atau musuhku dan dirinya
“Hmmmm bosan.. main yuk! Daripada diem disini aja” ujarku pada Dina, temanku.
“Boleh.. boleh.. sama aku juga bosan. Tapi, kemana ya enaknya?” jawab serta tanya Dina.
“...”
“Bagaimana kalau ke sawah aja?” usul Dina bersemangat.
“Bolehlah.. tapi masa Cuma berdua?”
“Bagaimana kalau kita ajak Rosa?”
“Ok. Baiklah ayo jangan buang-buang waktu!”
-Sesampainya di sawah-
“Hwaah.. sejuknyaaa..” ujarku ketika kami duduk dibawah pohon besar yang rindang dipinggir sawah, didepannya terdapat sungai kecil serta tak jauh dari tempat kami sekarang terdapat jalan kecil atau biasa disebut dengan pematang sawah. Dan di jalan tersebut banyak pak tani dan bu tani sedang berlalu lalang, karena jelas, sekarang baru musim tanam padi.
“Ia yaaa sejuk sekali...” Rosa menjawab pertanyaanku
“Hoaaahm.. jadi ngantuk” ujar Dina sambil menguap
“Dasar kamu Din, tidur aja..!” ledek Rosa
“Biarin”
“Dasar kerbaauuu”
“Eehh dasar nenek lampir!”
“Kerbauuu”
“Nenek lampir”
“Kerboo”
“Nenek lam...”
“Heeh sudah sudah, kalian ini kok berantem!” leraiku, sebelum terjadi perang. “Bagaimana kalau kita jalan ke tengah-tengah sawah, tuh liat ada pohon beringin disana” lanjutku sambil memberikan usul.
“Yaudah deh..” ujar mereka bersamaan.
“Nah gitu dong kompak. Tapi lewat mana?” tanyaku
“Gimana kalau lewat pematang sawah sebelah sana” Dina mengusulkan seraya menunjuk sebuah pematang sawah yang lwtaknya tak jauh dari tempat kami sekarang.
“Ok...” aku dan Rosa menyetujui usul dari sahabat kami yang satu ini
Kami pun berlari menuju pembatas tersebut, dari kejauhan tempak seseorang sambil menuju ke arah kami, seseorang dengan wajah hitam manis dan senyum yang selalu menghiasi wajah sawo matangnya. Orang tersebut mengendarai sepeda pancal dan ketika jarak kami dan dia semakin pendek, dia tiba-tiba...
“Hai Dian. Tambah gendut aja nih..” ujarnya.
‘Sial’ pikirku dalam hati. ‘Sabar.. sabar..’
“Minggir-minggir jalannya nggak muat” tambahnya
Kali ini aku benar-benar tidak dapat menahan emosiku lagi. Refleks saat dia berada tepat disamping ku, kudorong dia hingga tercebur kedalam sawah nan kotor itu. Karena sudah jelas sekarang musim tanam, “Hahahha...” kami dan orang-orang disana tertawa terbahak-bahak melihat adegan tadi. Tiba-tiba lelaki tersebut bangkit dan ketika dia ingin memukul kami, kamipun lari menjauh meninggalkan lelaki malang itu. Setelah merasa cukup jauh dari TKP kamipun berhenti dengan nafas terengah-engah.
“Gila.. Yan nekat amat lu..” ujar Dina masih dengan nafas terengah-engah.
“Hah.. hah.. hahh iya, gila lu..” ujar Rosa membela Dina
“Ih biarin, emang sapa dia? Baru pertama kali bertemu tapi sudah berani dia berkata seperti itu” ujarku
“Aduh.. duh Yan.. kamu gak tau siapa dia? Kalau nggak tau siapa dia kenapa kamu bertindak bodoh seperti itu..” jawab Rosa. “Dia itu Soni, Yan. SONI S-O-N-I ” tambahnya serta memberikan penekanan di setiap nama laki-laki tersebut.
“Dia Soni. SONI” Dina ikut-ikutan
“Emangnya siapa Soni itu, sampai kalian ketakutan gitu?”
“Dia itu anak paling nakal di daerah ini, dan dia gak akan ngelepasin kita gitu aja” Rosa menjelaskan.
“Ah masaa?” ujarku tak percaya
“Ia benar yan. Tuh liat!” Dina menunjuk sesuatu. Benar saja dia menunjuk Soni dengan teman-temannya dan seekor rubah. Dina dan Rosa bilang kalau itu rubah kesayangan temannya yang bernama Reza.
“Hah! Mati kita, gara-gara kai si Yan. Tuh liat si Soni sewot dan nyuruh temen-temennya buat jagain jalan buat kita pulang. Kita di kepung nih.. gak bisa pilang” Dina ceramah pakai rumus nyari persegi panjang
“Lah terus gimana?” tanyaku
“Ya gak gimana-gimana, kita harus nunggu mereka-mereka sampai pada pulang”jelas Rosa
“Sampai kapan?”
“Tau ah!” jawab mereka sewot
Alhasil, kamipunnunggu sampai maghrib, menunggu segerombolan orang-orang nggak jelas itu pulang. Bayangkan dari jam tiga siang kami menunggu di tengah-tengah sawah sampai sang mentari kembali ke peraduannya. Ckckckc malangnya kami. Dan akhirnya ....
“Hah.. akhirnya pada pulang juga..” ujar Dina. “ayo pulang”tambahnya
“Ayo!” jawabku dan Rosa bebarengan.
Dua hari kemudian
Aku bersama teman-temanku sedang duduk di depan rumahku menikmati semilir angin malam. Kebetulan Ayah dan Ibuku belum pulang. Jadi aku memanggil Rosa dan Dian untuk menemaniku. Tiba-tiba JENG JENG JENG ada segerombolan anak-anak yang sudah tak asing lagi bagiku karena beberapa hari yang lalu orang-orang ini yang membuatku dan teman-temanku tidak bisa pulang. Yah benar saja si Soni dan teman-temannya numpang lewat di pinggir rumahku. “Eh, ada si gendut”ujarnya saat melihatku dan teman-temanku sedang duduk-duduk di depan rumah “Sial anak ini bisanya membuatku marah saja”pikirku. Dina berusaha menenangkanku takut kejadian dua hari yang lalu terjadi lagi. Tapi percuma aku sudah tidak bisa berdiam diri lagi, akhirnya aku bangkit dan berlari mengejar Soni. Taoi tak disangka teman-temannya ikutan berlari padahal kan tujuanku hanya ingin mengejar si Soni. “Hah akhirnya tertangkap juga kau” ucapku dalam hati.
“Heh Gema cepaat larii...” ujar seseorang yang tak asing bagiku, Soni.
“Eh.. eh.. Soni ada disana lalu ini ..?” pikirku dalam hati
Terlihat ank yang mempunya tampilan persis seperti Soni, wajahnya yang hitam manis, matanya yang hitam kelam walaupun tak terlihat jelas karena gelapnya malam itu tapi aku masih bisa melihat senyuman ata bisa disebut seringaian dan matanya. Terlihat lelaki tersebut sedang berusaha melepaskan lengannya dari tangan kananku. Tapi tentunya aku tak melepaskannya begitu saja “biarlah gak dapat Soni, dia pun jadi”pikirku. Karena sudah terlalu benci dengan temannya, Soni. Kulepaskan kebencianku kepada orang tak berdosa itu. Biarlaaahh..
Pemuda itu masih berusaha melepaskan lengannya dari tanganku. Kulancarkan seranganku lebih dari yang tadi..
“Heh, kau ini apa-apaan sih. Kok aku yang kena? Kan yang punya masalah denganmu itu Soni” ujarnya
“Ih biarin.. kamu yang ketangkap biar kamu aja yang kena.. nanti kamu yang balesin dendamku ke si Soni..”
“Tapi kann....”
“Udahlah jangan banyak omong..”
Tak sengaja kulihat wajahnya saat dia masih berusaha melepaskan dirinya. WOW.. begitu tampan pemuda itu, wajah dan seringaian yang terlukis di wajahnya membuatku hampir melepaskan pegangan tanganku padanya, tapi aku langsung sadar dan mengeratkan peganganku lagi. Tapi, tak disangka dia menggunakan tangan yang satunya lagi untuk membantu melepaskan peganganku, dan karena kuku tangannya tajam kuku tersebut menggores kulitku dan akhirnya berdarah. Perih. Itu yang kurasakan saat darah mulai keluar, tak begitu banyak memang, tapi cukup membuat pemuda itu lepas dari peganganku, lari dan kemudian menghilang
Beberapa hari kemudian..
Sejak saat itu aku selalu membayangkan dirinya tapi bodohnya aku tak mengetahui siapa namanya. Nama pemuda yang membuat hatiku berdebar-debar saat pertama kali melihatnya. Hanya sekali melihatnya saja sudah membuatku membayangkan dirinya dan memimpikannya. Aku terus berusaha mengingat-ingat namanya, karena kalau tidak salah Soni sempat menyebutkan nama pemuda tersebut. Ahh.. iya aku ingat. Gema. Gema itulah nama yang sempat Soni ucapkan. Akan ku cari kau Gema. Sejak saat itu aku berusaha mencari tau tentang dia. Aku berharap bisa bertemu lagi suatu saat lagi. Tapi, hanya sedikit informasi yang ku dapat. Hanya sebatas nama saja. GEMA.
Berhari-hari, berbulan-bulan sudah kulewati bayang-bayang dirinya pun mulai menghilang tapi entah mengapa saat bayangan dirinya mulai menghilang dia datang dan menyatakan perasaannya padaku, tapi aku hanya diam saja, tak percaya apa yang kudengar. Bodohnya aku saat itu mengapa aku hanya diam saja dan membiarkannya pergi begitu saja saat itu. Aku sungguh menyesal waktu itu. Dan aku berharap waktu itu akan terjadi lagi atau dia kembali lagi padaku dan tak akan ku biarkan dia pergi lagi.
Tapi sayang, sejak saat itu aku tak pernah bertemu lagi dengannya. Padahal aku tau dia masih berada di Bremen di desa yang sama denganku. Tapi kehadirannya bagai di telan bumi.
*Selesainya pertemuan masa lalu
Sekarang memang sudah lebih dari 3 tahun dari waktu itu. Waktu dimana terakhir kali kita bertemu. Tapi aku selalu setia menunggunya.
Menunggu sesuatu yang tak pasti
Menunggu sesuatu yang tak mungkin tak pernah kembali
Menunggu sesuatu yang tak tau kapan berakhir
Menunggu sesuatu yang hilang dariku
Menunggu sesuatu yang telah hilang
Menunggu sesuatu yang kata teman-temanku (selain Dina dan Rosa pastinya) tidak nyata
Mungkin menunggu seseorang untuk menggantikannya. Tapi itu tak mungkin, sulit untuk melupakannya, mungkin penantian ini tak berujung dan tak ada habisnya